MSNews.ID – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Indonesia pada Desember 2024 turun sedikit menjadi 1,57% (YoY) dibandingkan dengan inflasi November 2024 yang tercatat 1,55% (YoY).
Angka ini berada sedikit di bawah ekspektasi konsensus yang memperkirakan inflasi mencapai 1,6%.
Lebih menggembirakan lagi, inflasi ini menandai yang terendah dalam sejarah pengukuran BPS sejak 1958, sekaligus berada pada rentang bawah target inflasi Bank Indonesia, yang dipatok antara 1,5% hingga 3,5%.
BPS mengungkapkan bahwa rendahnya inflasi tahun ini dipengaruhi oleh penurunan harga sejumlah komoditas penting.
Di antaranya adalah cabai merah, cabai rawit, cabai hijau, bensin, tarif angkutan udara, dan harga telepon seluler. Inflasi inti pada Desember 2024 tercatat 2,26% YoY, stabil dibandingkan dengan angka pada November 2024 yang juga berada di level 2,26% YoY.
Hasil ini sedikit lebih rendah dari ekspektasi konsensus yang berada di angka 2,28% YoY.
Inflasi bulanan pada Desember 2024 tercatat 0,44% (MoM), mengalami kenaikan signifikan dibandingkan dengan inflasi November yang tercatat 0,30% (MoM).
Ini merupakan kenaikan inflasi bulanan tertinggi dalam sembilan bulan terakhir. Kenaikan ini terutama disebabkan oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yang mengalami inflasi 1,33% MoM, memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,38 poin persentase.
Sementara itu, meskipun inflasi IHK melandai, angka Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia menunjukkan ekspansi yang positif.
PMI manufaktur Indonesia pada Desember 2024 tercatat 51,2, naik dari 49,6 pada November 2024. Ini merupakan sinyal pemulihan, dengan ekspansi aktivitas pabrik pertama kali terjadi sejak Juni 2024.
Output manufaktur Indonesia tumbuh moderat, mencerminkan pemulihan sektor industri.
Febri Hendri Antoni Arif, juru bicara Kementerian Perindustrian, menyebutkan bahwa kebijakan pengenaan PPN 12% pada Januari 2025 turut berperan dalam kenaikan PMI manufaktur.
Pelaku industri berusaha memanfaatkan momen sebelum penerapan tarif PPN yang lebih tinggi. Meskipun kebijakan ini sempat mempengaruhi pesanan, pemerintah akhirnya merevisi peraturan tersebut untuk hanya menerapkan PPN pada barang mewah.
Meski inflasi IHK rendah, inflasi inti yang tetap stabil menunjukkan bahwa daya beli masyarakat masih stagnan.
Dalam beberapa bulan terakhir, meskipun ada perbaikan, daya beli belum menunjukkan peningkatan signifikan. Selain kebijakan fiskal, seperti pembatalan tarif PPN efektif 12% dan paket stimulus, dorongan bagi pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat bisa datang dari kebijakan moneter.
Penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia dapat menjadi solusi, namun pemangkasan suku bunga memerlukan stabilitas nilai tukar rupiah terlebih dahulu.
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) dan S&P Global.